Natal
2011
“Kamu besok pagi bisa keluar? Temani aku
mencari pohon natal untuk adikku.” Pinta Kevin kemarin malam yang segera aku
respon dengan jawaban “Iya”. Aku terbangun dari tempat tidurku dan melihat jam
yang berada diatas meja di samping tempat tidurku. Aku terbangun duluan dari
jam weker yang sudah kupasang jam 6 pagi. Segera saja aku mencari HandPhone-ku dan melihat apa yang ada
disana. Ada 3 SMS dan 7 BBM disana. Segera saja aku membalas itu satu-satu. Ah sudahlah.
Keburu waktu subuhnya habis. Aku mengambil air wudlu lalu sholat subuh. Aku
pergi ke dapur, memasak, dan menyiapkan sarapan. Setelah semua beres aku pergi
mandi.
Saat ini aku tinggal di apartemen di
daerah Bandung. Aku tinggal bersama adik perempuanku di apartemen sederhana
untuk sementara selama aku kuliah disini. Orangtuaku tinggal di Surabaya. Sementara
itu aku disini kuliah dan bekerja paruh waktu menjadi pelayan restoran tiap aku
selesai kuliah. Ya meskipun dari Surabaya orangtuaku mengirimiku uang untuk
biayaku disini, tetapi tetap saja itu tak cukup. Tapi aku tak mau meminta lebih
kepada mereka yang sudah bekerja keras untuk menghidupi keluarga. Seketika itu
juga aku merindukan keluargaku di Surabaya. Apa kabar ya mereka? Sedang apa ya
mereka? Apakah mereka juga merindukanku? Pertanyaan-pertanyaan itu mulai
bermunculan di otakku.
“Boo !! Hayo Kak Dinda ngapain?” Suara
itu membuyarkan lamunanku. Ternyata adik perempuanku sudah bangun dan sudah
rapi dengan seragam putih abu-abunya dengan menenteng tas ransel miliknya.
“Sarapan gini lho. Kamu nggak sholat
subuh?” Tanyaku kemudian aku melanjutkan makanku.
“Enggak, Kak. Biasalah cewek.” Aku hanya
menjawabnya dengan anggukan pertanda aku mengerti. Dia menarik kursi dan makan
bersamaku. Hampir selama 10 menit aku dan Hanah tidak berbicara sama sekali.
Kami sibuk dengan sarapan kami.
“Oh iya dek. Kan Kak Dinda hari ini
nggak ada jadwal kuliah, Kak Dinda nanti mau keluar sama Kak Kevin. Kamu mau
berangkat naik motor sendiri apa gimana?” Tanyaku memecahkan suasana.
“Tenang aja, Kak. Mulai hari ini aku
dijemput sama Rian.” Dia menjawab dengan senyum kecil diwajahnya.
“Rian?” Aku tak mengerti.
“Duh Kak Dinda ini. Jangan parah-parah
dong Kak. Loadingnya lama banget. Rian itu yang sering aku certain ke Kak
Dinda. Dia juga pernah main kesini kok. Dia… Pacar baru aku. Hehehe”
“Ooooh anak basket itu ya? Kenal
darimana?”
“Kak Dinda yang cantiiik. Aku kan anak cheerleader nah dia kan anak basket.
Pastilah kami kenal.” Jawab adikku dengan tangan mengelus dada. Mungkin dia
jengkel dengan kakaknya yang kalau diajak ngomong tidak pernah langsung
mengerti. Aku hanya tertawa. Aku melihat jam tanganku. Sudah pukul 06.15.
“Dek, nggak berangkat? Udah jm 6 lewat
lho.” Tanyaku dan Hanah melihat jam tangannya. Tanpa berbicara Hanah langsung
mengambil HandPhone di sakunya dan
memencet keypad SmartPhone itu. 5 menit kemudian suara sepeda motor Ninja membuat
Hanah bangun dari sofa dan mengambil tas.
“Kak Dinda, aku berangkat.” Pamitnya. Aku
berjalan ke beranda. Aku melihat Hanah naik motor Ninja merah itu dengan..ya,
sepertinya dengan susah payah. Hanah melambaikan tangan ke arahku, Rian hanya
tersenyum. Akupun membalas mereka dengan senyuman. Kemudian mereka pergi.
Kebetulan saja ruang apertemenku berada dilantai ketiga.
Aku masuk ke dalam apartemen dan
membereskan sisa sarapan kami tadi, aku mencucinya. Aku lapar lagi. Ah tak
mungkin jika aku makan nasi lagi. Akhirnya aku membuat sereal dengan susu. Saat
aku sedang asik makan sereal dimeja makan ada yang menutup mataku. Aku
meletakkan sendok dan meraih tangan yang menutup wajahku. Hanah? Tak mungkin.
Dia sedang sekolah. Kezia? Tak mungkin temanku yang satu itu iseng, dia ada
jadwal kuliah dan pasti dia sudah berangkat. Pasti Kevin ! Ya, aku yakin.
“Kevin, nggak lucu.” Kemudian dia melepaskan tangannya dan menarik kursi
disampingku.
“Tau aja kamu, Din.” Katanya. Aku hanya
tersenyum. “Mau?” Aku menawarkan sereal yang sedang aku makan. Dia mengangguk
dan membuka mulutnya. Sebuah kode dia ingin aku menyuapi dia. “Manja.” Kataku
dan dia hanya tersenyum dengan mengelus kepalaku.
Kevin adalah tunanganku. Dia dulu
beragama Kristen tapi sekarang dia menjadi mualaf. Tetapi keluarganya tetap
beragama Kristen. Kevin. Ya, seorang pria yang bertanggung jawab. Dia adalah
manager di satu perusahaan ternama di wilayah Bandung. Dia memiliki postur
tubuh tinggi berisi dan memiliki hati yang baik. Dia sosok yang ceria.
Rencananya setelah aku menyelesaikan S3ku, kami akan menikah. Tinggal 1,2 tahun
lagi.
“Yuk. Berangkat.” Ajaknya setelah dia
menghabiskan serealku. Aku mengangguk dan mengambil jaket dan tas di kamarku.
Ketika aku kembali, meja makan sudah bersih. Padahal rencana aku akan membersihkannya setelah ini.
Aku mencari sosok Kevin. Ternyata dia sedang asik memakan coklat yang ada di
kulkasku. Aku menghampirinya dan memukul kepalanya pelan.
“Ah ! Sakit Din.” Dia mengelus-ngelus
kepalanya sendiri. Aku tertawa kecil. “Yuk, katanya berangkat. Udah jam 9 nih.”
Tanpa menjawab dia meraih tanganku dan menggandengku keluar apartemen.
Ternyata dia membawa mobil. Dia
membukakan pintu mobil untukku. Aku bak ratu. Hahaha. Diperjalanan kami
berbincang-bincang. Hal yang kami bahas kali ini adalah bisnis Kevin di
Bandung. Setelah saju jam perjalanan sampai juga di toko pohon natal. Kami berkeliling
dan melihat-lihat pohon natal dan memilih satu pohon natal yang kecil namun cukup
indah. Kemudian kami perjalanan ke rumah Kevin. Ah, cukup lama. Macet ! Kami
memutuskan untuk lewat jalan lain dan berhenti di warung pinggir jalan sekedar
untuk membeli es kelapa muda. Kami menikmatinya. Segar untuk cuaca seterik ini.
Aku memperhatikan tukang becak yang sedari tadi memperhatikan mobil Kevin.
Sepertinya dia kagum. Entah dengan mobilnya atau pohon yang ada di dalam mobil.
Kevin beranjak dari tempat duduknya dan
menghampiri tukang becak itu. Dari warung aku memperhatikan keduanya. Kevin membuka
pintu mobil dan memberikan pohon natal itu kepada tukang becak itu. Tunggu !
Waktuku sudah banyak terbuang untuk membeli pohon itu dan Kevin memberikannya
begitu saja? Tukang becak itu pergi dengan pohon natal yang kami beli tadi.
Kevin berjalan kearah warung dengan tersenyum.
“Apa yang kau lakukan? Waktu kita banyak
terbuang untuk membeli pohon natal itu. Dan kamu memberikannya?” Gerutuku. Dia
mengelus kepalaku dan menyandarkannya di bahunya.
“Keindahan natal adalah saat kita
berbagi bahagia. Mau berkorban dan tersenyum. Walaupun sekedar pohon natal, dia
tidak mampu membelinya selama puluhan tahun. Itu artinya dia tidak pernah
memiliki pohon natal saat malam natal. Aku kasihan padanya. Akhirnya aku
memberikan pohon natal itu. Toh kita bisa beli lagi untuk adikku. Sama seperti
Islam kan? Bukankah Islam mengajari kita untuk saling berbagi?” Jelasnya
panjang lebar. Aku hanya terdiam. Imam yang baik.
Aku penasaran. Setelah kami menemukan
mushola dan sholat disana, aku dan Kevin mencari tukang becak yang tadi.
“Tenang saja, aku tahu nama dan daerah
rumahnya. Tadi kami sempat berbincang-bincang.” Kata Kevin meyakinkanku. Aku
dan dia menmbeli pohon natal yang baru dan segera memberikannya kepada adik
Kevin.
Tepat pukul 5 sore. Setelah 15 menit
berputar akhirnya kami menemukan tukang becak itu dengan wajah berbinar mengkayuh
becaknya kearah perumahan terpencil dan tersudut disisi kota Bandung. Kami
hanya memperhatikannya dari mobil. Seorang ibu sedang menggendong bayinya dan 2
anak perempuan yang berlari dan memeluk tukang becak itu. Dengan riangnya
tukang becak itu membawa pohon natal itu ke dalam rumahnya. Dengan tawa
riangnya keluarga itu merayakan natalnya dengan gembira.
Malam natal yang indah. Tiba-tiba Kevin
berbicara memecahkan suasana hening diantara kami. “Aku teringat satu ayat
AlKitab yang pernah aku baca saat aku masih memeluk agama Kriten. Hati yang
gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang,
dari kitab Amsal 17:22. Dia sangat bersemangat menjalani hidup. Dia tidak
pernah menyerah dan mengeluh. Natalnya kali ini pasti penuh arti. Semoga Tuhan
memberkati” Dia tersenyum.
ini ada lanjutanny kan ?
BalasHapusada noh yg akunya kevin , keren badai sumpah . gw udh bc .
BalasHapus