Natal
2012
Aku bermimpi aneh. Aku bangun dalam
keadaan keringat bercucuran dan hati yang tak karuan. Aku ketakutan setengah
mati. Aku bermimpi bersama Dinda sedang melihat bintang yang tersebar dilangit.
Semua bintang itu seperti diamond
yang bercahaya dan berkilauan. Aneh. Padahal aku menderita rabun senja tapi
kenapa aku bisa melihat bintang itu dengan jelas. Semua tampak indah sampai
akhirnya bintang itu berjatuhan menghujani aku dan Dinda. Aku dan Dinda berlari.
Kemudian aku kehilangan dia.
Aku beranjak bangun dan segera mandi,
menyisir rambut dan mengambil roti yang sudah disiapkan mama di meja makan. Aku
segera pergi ke apartemen Dinda memastikan dia tidak apa-apa.
Aku lega melihat keadaannya yang
baik-baik saja. Dengan lahap dia memakan nasi goreng dan minum segelas susu.
Wajah ceria yang masih menyapaku pagi ini.
“Eh tumben, Vin kamu datang kesini pagi
banget. Kenapa? Kangen ya?” Godanya yang kurespon dengan tersenyum sambil mengacak-acak
kecil rambutnya.
“Yuk sarapan bareng.” Ajaknya. Aku hanya
menggeleng dan menjawab aku sudah makan. Dinda melanjutkan ritual sarapannya
yang tertunda gara-gara aku datang.
Jangan
biarkan aku kehilangan dia. Tuhan, aku tetap ingin bersamanya. Batinku.
“Vin, temenin aku ya. Hari ini aja.”
Pintanya. Agak aneh, tumben dia memintaku untuk menemaninya. Aku hanya
mengangguk ragu. Kali ini aku membawa sepeda motor, bukan mobil. Aku dan Dinda
akhirnya pergi ke Trans Studio Bandung. Aku dan Dinda bermain dari pagi hingga
sore. Aku melihat wajah Dinda yang mulai bosan.
“Din, kenapa? Kok mukanya bosen gitu?
Nggak suka kesini, ya?”
“Ah, enggak kok Vin. Ke pantai yuk?”
Ajaknya dengan senyum yang tak biasa. Wajahnya terlihat sangat cantik.
Senyumnya mampu membiusku, aku mengangguk dan menggandeng tangan Dinda. Dalam
perjalanan Dinda tertawa lepas. Jangan
biarkan aku kehilangan wajah ceria ini, Tuhan. Aku sangat menyayanginya.
Setibanya di pantai dia berlari ke arah
pantai dengan bahagia. Mengingatkanku dengan sosok yang aku kenal. Kezia. Aku
ingat Kezia sangat menyukai pantai. Semasa SMA dulu dia sering mengajakku
kesini. Sekedar menghabiskan waktu bersama. Ah, yang kulihat sekarang Dinda,
bukan Kezia. Aku berjalan santai ke arah Dinda. Dinda melepas sepatunya dan
merasakan ombak kecil yang bermain dikakinya. Dia tersenyum. Aku dan Dinda
banyak berfoto hari ini. Aku mendapatkan banyak potret senyum Dinda.
Yang aku tahu Dinda sangat suka melihat
matahari terbenam. Inilah waktu senja yang dia nantikan. Aku duduk
disampingnya. Dia bersandar dibahuku. Aku membelai rambutnya, menggenggam
jemarinya. Aku tak ingin kehilangan dia.
Aku melihat jam tanganku, sudah pukul 7
malam. Aku melihat jalanan. Samar. Tidak memungkinkan aku menyetir pada malam
hari. Tapi Dinda meyakinkan aku bahwa aku bisa, akhirnya aku mau. Dinda
mengajakku melihat bintang di bukit yang dia tahu. Ini malam natal, walaupun
aku sudah meninggalkan agama Kristen dan memeluk Islam, pasti Tuhan Yesus masih
akan tetap menjagaku. Allah juga pasti akan melindungiku. Dalam perjalanan
menuju bukit Dinda hanya terdiam. Aku melihat kaca spion tapi tak bisa melihat
wajah Dinda dengan jelas. Akhirnya aku menoleh dan memperhatikannya.
“Kevin. Awaaaaaas !!!” Kemudian aku
tidak ingat apa-apa lagi.
Aku terbangun karena bau obat yang
menyengat. Aku melihat orang tua Dinda, Hanah dan keluargaku di sampingku.
Dinda mana?
“Dinda mana? Kenapa hanya ada kalian?”
Aku melihat sekeliling untuk mencari sosok Dinda. Mereka hanya terdiam.
Pikiran-pikiran buruk mulai melayang di otakku. Kemudian mama memelukku dengan
menangis. “Kamu yang tabah, ya, Nak.”. ah tidak mungkin, tidak mungkin. Ini
pasti mimpi. Aku berteriak memanggil nama Dinda. Namun yang aku dapat hanya
kalimat “sabar” dari orang-orang disekitarku. Aku tidak percaya dia pergi.
Aku melihat tukang becak yang waktu itu.
Saat natal tahun kemarin aku memberinya pohon natal. Dia menghampiriku dan
berbicara padaku.
“Dia perempuan yang baik. Dia sering
datang ke rumah saya untuk sekedar mampir dan membelikan kami makan. Bahkan dia
sangat akrab dengan tetangga-tetangga saya. Banyak yang kamu tak tahu tentang
dirinya. Mungkin dari luar dia terlihat egois, namun dia sangat suka berbagi.”
Jelasnya. Kemudian Hanah berjalan ke arahku dan memberiku kotak. Aku segera membukanya
di dalamnya ada sweater berwarna biru
laut dan sepucuk surat berwarna hijau. Warna favoritenya.
Dear
Kevin,
Terlalu
awal sebenernya aku ngasih ini buat kamu. Ulang tahunmu masih satu bulan lagi
kan? Tapi gimana lagi, ya. Sweater ini sudah jadi. Kamu mau pergi ke Korea kan?
Sweater ini memang nggak mahal, tapi ini aku buat sendiri. Khusus buat kamu. Niat
banget lho, aku ngerjainnya. Di Korea kan dingin, Vin ^^
Aku
berdoa biar kamu tambah dewasa, rajin sholat, ya. Kan mau jadi imam :). Jangan
marahan ya. Aku selalu berdoa yang baik-baik aja buat kamu.
Semoga
kamu dalam keadaan sehat. Sesibuk apapun kamu, jangan lupa sama yang namanya
kesehatan. Aku berdoa biar kamu dalam keadaan bahagia. Tetep jadi Kevin yang
lucu, dan karena sikap lucumu itu bikin hidup aku makin berwarna. ^__^
Jangan
lupa tetep bersyukur sama takdir yang di kasih Tuhan. Hargai setiap detik sama
orang-orang yang kamu sayang. Soalnya kamu nggak tau kapan dia diambil sama
Tuhan.
You
will be shinning star. Saranghae ^^
-Pricillia
Adinda -