Minggu, 01 Maret 2015

Len [Rin]

Perempuan berumur 18 tahun yang biasa saja. Aku seorang mahasiswi dari universitas yang letaknya tak jauh dari rumahku. Jarak dari rumahku dengan kampus sekitar 20 menit jika menaiki motor. Dengan tekad bulat aku ingin lulus secepatnya dengan nilai yang baik dan segera bisa bekerja. Jika untuk lulus memerlukan waktu 4 tahun, kalau bisa aku ingin lulus dalam jangka waktu 3 tahun. Namun sepertinya di universitas ini tidak memperbolehkan hal semacam itu.
Awalnya aku memasuki jurusan ini sangat membosankan. Aku sama sekali tidak memiliki teman dan tidak tertarik untuk memulai pembicaraan. Wajar saja, aku gadis yang pendiam. Bahkan terkesan jutek dan sinis. Di mata mereka mungkin aku tidak menarik dan membosankan.
Aku memasuki kelas dan memilih bangku tengah yang hampir belakang dekat jendela. Posisi ini sangat nyaman. Ditambah lagi posisi ini bisa menghilangkan kejenuhan saat di kelas. Melihat langit, dan melihat pepohonan ditiup angin, itu bisa menjadi penyembuh dikala jenuh dengan dosen yang menjelaskan dengan cara monoton. Dari sini aku bisa melihat bawah dengan jelas. Melihat jurusan lain bahkan kelas lain pada saat jam olah raga. Aku menyukai pria yang pandai di bidang olahraga. Karena aku lemah dibidang olahraga. Harapannya jika aku mengenal sosok pria baik yang pandai olahraga, dia mau mengajariku yang lemah dibidang olahraga ini.
Terutama basket. Aku suka semua hal tentang basket. 2d maupun nyata. Aku suka dengan olahraga itu. Bahkan aku betah melihat pertandingan basket, aku suka fansgirling jika bertemu pria pemain basket. Entah apa yang membuatku tergila-gila dengan basket. Padahal aku adalah gadis yang bodoh dalam bidang olahraga. Entah, pemain basket terlihat begitu energik dan rupawan. Enak dilihat, serta tidak membosankan.
Di kelasku ada, ya, satu pemain basket yang kukenal. Namanya Len. Dia duduk persis dibelakangku. Dia adalah pria yang wangi. Dia memiliki hati yang baik. Sisi humorisnya bisa dibilang rendah, namun dia tetap adalah seorang teman yang baik. Dia pria bertubuh tinggi. Mungkin sekitar 175cm. Sedangkan aku hanya 150cm-an. Dia memiliki rambut yang lurus. Dengan potongan rambut yang menjadi ciri khasnya. Jika kebanyakan pria memilih memiliki potongan rambut poni lempar, dia memilih memiliki jambul. Pipinya tembem,dan itu sangat menggemaskan. Yang aku tau  dia jarang tersenyum. Dia pria pindahan dari kota yang tak jauh dari sini. Dia menarik, karena dia misterius.
Aku suka tatapan matanya yang dingin. Itu membuatnya lebih terlihat keren bagiku. Selain pemain basket, dia adalah seorang gamer yang pro. Dia pandai menggambar. Dan dia juga seorang otaku yang bermimpi bisa menjadi harem(?).
Dia menyukai coklat, cerita horror, dan aku tidak seberapa tahu tentang dirinya. Dia adalah pria yang pendiam. Dia jarang, bahkan tidak pernah bercerita tentang dirinya. Dia sepertinya tipikal yang menyimpan masalahnya sendiri. Padahal aku ingin sekali bisa menjadi sahabat baginya. Namun baginya aku hanya seorang anak kecil. Mungkin dia hanya menganggapku sebagai adik. Terbukti dari caranya memperlakukan aku. Dia sering mengacak-acak manis kepalaku. Dia sering memberi pocky, kesukaanku.
Aku pernah ingin membalas kebaikannya dengan mebelikan dia sesuatu. Namun dia selalu menolak. Dia sepertinya tidak suka barang jika itu dari pemberianku.
Bisa dibilang kami sangat akrab. Sangat akrab. Namun aku tidak bisa menjelaskan zona apa yang sedang kualami saat ini. Friendzone? Kakak-adik zone? Atau hanya sekedar zona nyaman?
Dia cuek. Aku ingin tau bagaimana perasaannya kepadaku. Perasaan sesungguhnya yang dia rasakan. Menganggapku sebagai apa. Sebatas teman atau lebih. Hanya itu yang ingin aku tau.
Semakin kesini aku tak betah menunggu. Kau tau, Len?
Aku selalu menunggu sampai akhirnya kau mengatakannya padaku.
Aku hanya butuh kepastian saja. Zona ini membuatku bingung sendiri soal perasaanku. Ini sekedar perasaan suka atau perasaan sayang.
Aku akan bertahan sampai akhirnya ada kepastian. Bertahan memiliki perasaan ini hingga kau datang padaku atau bahkan kau pergi dan memilih wanita lain. Jika akhirnya kau pergi dengan yang lain, sudah jelas jika perasaanku ini sekedar perasaan cinta yang bertepuk sebelah tangan.



Rin.

Rin [Len]

Aku seorang laki-laki biasa yang berasal dari kota tetangga. Aku kesini hanya untuk melanjutkan studiku. Untuk menjadi seseorang yang kelak akan membahagiakan keluarga. Tujuanku hanya itu. Ya, hanya itu. Aku bertekad tidak akan memikirkan hal lain kecuali untuk lulus dengan nilai yang baik. Sampai suatu hari aku bertemu dengan dia. Perempuan bertubuh mungil yang awalnya kukira adalah murid smp. Tapi ternyata dia adalah teman sekelasku.
Namanya Rin. Dia adalah gadis yang ceria. Dia memiliki rambut hitam panjang yang bergelombang, mata yang lebar serta tubuh yang mungil. Sungguh, dia tidak terlihat seperti mahasiswi pada umumnya. Bukan hanya tubuhnya yang ‘kurang’ tinggi. Namun tingkah dan kebiasaannya juga tidak memenuhi syarat sebagai mahasiswi. Dia senang memakan hal yang manis. Seperti permen, pocky, bahkan coklat. Dia juga menyukai ice cream. Bila diantara kami, pikirannya masih sangat polos.
Aku tau kebiasaannya. Karena sejak awal kami memang sangat dekat. Diam-diam aku memperhatikan dia. Mungkin aku terkesan cuek dan tidak perduli. Namun sesungguhnya aku diam-diam menyukainya.
Aku sering mengacak-acak rambutnya. Memegang kepalanya. Dia sangat lucu.
Tak perduli seberapa kami dekat di dunia maya, di dunia nyata kami seperti tidak saling kenal. Bukan tidak saling kenal seperti orang asing, tapi tidak seakrab saat di dunia maya. Jujur saja, aku ingin sekali berbicara dengan dia.
Dia seorang anime lovers serta seorang nijikon, pengkoleksi figure dan pembaca komik. Dia juga suka menulis. Sayang, dia tak bisa menggambar.
Dia seorang adis yang penakut. Dia juga adalah gadis yang ceroboh. Pelupa, sama sepertiku.
Kami sangat dekat, entah sedekat apa hubunganku dengan Rin dimata teman-temanku. Aku ingin lebih mengetahui tentang Rin. Yang membuatnya menarik adalah sifat cerianya. Sempat aku berfikir, “apa dia tidak pernah merasa sedih?”.
Aku dan Rin akrab sudah sejak lama. Mungkin karena sama-sama penyuka anime, karena yang aku tau perempuan jarang sekali yang menyukai anime.
Saat di kelas, dia duduk di bangku depanku. Jadi dengan jelas aku bisa memperhatikan dia. Ketika dia mulai melihat ke luar jendela, tandanya dia mulai merasa bosan dengan penjelasan dosen. Dia suka melihat ke bawah jika ada kelas yang jadwalnya jam olahraga. Sepertinya dia sangat menyukai pria yang pandai olahraga.
Mungkin seperti itu. Atau mungkin ada seseorang yang dia sukai dibawah sana. Aku tau aku hanya pria biasa yang tak mungkin dia sukai.
Dia gadis yang pendiam. Kesan pertama memang dia terlihat tidak bersahabat, namun semakin kesini justru dia lah yang paling memahamiku. Hatinya hangat. Dia gadis yang perhatian.
Dia gadis yang tidak pernah mengeluh. Dia sungguh adalah gadis yang sangat aku sayangi. Entah bagaimana aku mengatakannya. Tapi sepertinya dia hanya menganggapku sebagai kakak, atau mungkin hanya teman yang memiliki hobi sama.
Aku sering memberinya pocky, kesukaannya.
Aku pernah mengajarinya menggambar chara anime.
Aku pernah bermain basket dengannya.
Hal-hal seperti itulah caraku menunjukkan perhatian kecil kepadanya. Namun dia menganggapnya biasa.
Dia menganggap semua itu hanya bagian dari ‘saling berbagi’.
Aku ragu jika dia benar menyukaiku. Aku hanya sadar diri. Lagi pula dia tidak pernah menunjukkan bahwa dia menyukaiku lebih dari sekedar teman biasa.
Kau tau, Rin?
Aku menyayangimu.



Len.